Pada dasarnya, negara-negara sedang berkembang sangat
membutuhkan investasi, khususnya investasi asing. Tujuan investasi adalah
mempercepat laju pembangunan di negara tersebut. Pada umumnya yang memiliki
modal atau investasi adalah negara-negara maju. Pertanyaannya mengapa
negara-negara maju menanamkan modalnya di negara-negara berkembang. Teori yang
menganalisis faktor penyebab negara maju menanamkan investasinya di negara
berkembang adalah:
The Product Cycle Theory dan The Industrial Organization
Theory Vertical Integration The Product Cycle Theory atau Teori Siklus
Produk ini dikembangkan oleh Raymond Vernon (1966). Teori ini paling cocok
diterapkan pada investasi asing secara langsung (foreign direct investment)
dalam bidang manufacturing, yang merupakan usaha ekspansi awal
perusahaan-perusahaan negara-negara maju seperti Amerika dengan mendirikan
pabrik-pabrik untuk membuat barang-barang sejenis di negara lain. Hubungan antara
induk perusahaan dan pendirian pabrik-pabrik sejenisnya untuk membuat barang
yang sama atau serupa di negara lain disebut investasi “Horizontaly
Intergrated”. The Product Cycle Theory ini menyatakan bahwa setiap teknologi
atau proses produksi dikerjakan melalui tiga fase yaitu: pertama, fase
permulaan atau inovasi; kedua, fase perkembangan proses; ketiga, fase
pematangan atau fase standardisasi. Setiap fase tipe
perekonomian negara
mempunyai keunggulan/keuntungan komparatif atau principle of comparative
advantage di dalam memproduksi barang-barang atau komponen produksinya Selama
fase ini perusahaan-perusahaan negara maju seperti Amerika menikmati posisi
monopoli karena kemampuan teknologinya belum tersaingi. Fase kedua proses
manufacturing dan tempat produksi di luar negeri yang kemasukan aliran modal
asing. Fase ketiga standarisasi proses manufacturing memungkinkan peralihan
lokasi produksi ke negara berkembang terutama negara-negara industri baru
(Newly Industrializing Countries) yang mempunyai keunggulan tingkat upah
rendah.
The Product Cycle Theory membantu menjelaskan bahwa
perusahaan multinasional dan persaingan oligopoli, perkembangan dan penyebaran
teknologi industri merupakan unsur-unsur penentu utama terjadinya perdagangan
dan penempatan lokasi-lokasi aktivitas ekonomi secara global melalui investasi
dan timbulnya strategi perusahaan yang mengimplementasikan perdagangan dan
produksi di luar negeri. The Industrial Organization Theory Vertical
Integration atau Teori Organisasi Industri Integrasi Vertikal, teori ini cocok
diterapkan pada new multinationalism country atau negara multinasionalisme baru
dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal, yakni produksi barang di
beberapa pabrik yang menjadi input bagi pabrik-pabrik lain dan suatu perusahaan
yang sejenis.
Pendekatan teori ini berawal dari pemahaman bahwa
biaya-biaya untuk bisnis di luar negeni dengan investasi baik direct ataupun
indirect harus mencakup biaya-biaya lain yang dipikul perusahaan lebih banyak
dan pada biaya-biaya yang diperuntukkan hanya untuk rsekadan mengekspor barang
dari pabnik-pabrik dalam negeri; oleh karena itu perusahaan harus memiliki
keunggulan kompensasi atau “Compensating Advantages” atau “keunggulan spesifik
seperti kealihan teknis manajerial, keadaan perekonomian yang memungkinkan
perolehan sewa secara monopoli untuk openasi perusahaannya di negara-negara
lain.
Menurut Anoraga Panji, Teori-teori yang erat dengan
Penanaman Modal Asing dilihat dari sisi ahlinya adalah:
Teoni Alan M. Rugman,
Teoni Jhon Dunning,
Teori David K. Eitemen,
Teori Robock & Simmonds,
Teoni Kindlebergen.
Teori Alan M. Rugman, bahwa penanaman modal asing atau
Foreign Direct Investment (FDI) dipengaruhi oleh variabel lingkungan dan
vaniabel internalisasi. Tiga jenis variabel lingkungan yang menjadi perhatian
yaitu: ekonomi, non ekonomi, dan pemerintah.Variabel ekonomi biasanya
berupa tenaga kerja dan modal, teknologi dan tersedianya sumber daya alam dan
keterampilan manajemen. Menyusun sistem fungsi produksi keseluruhan suatu
bangsa yang didefinisikan meliputi semua masukan faktor yang terdapat dalam
masyarakat. Variabel non ekonomi meliputi variabel politik, sosial dan budaya
masyarakat setiap negara mempunyai kekhasan masing-masing. Bahwa kenyataannya
setiap negara sesungguhnya mempunyai faktor spesifik negara yang khas. Faktor
ketiga adalah variabel pemerintah yang harus diperhatikan oleh perusahaan
penanaman modal asing di mana modal asing akan masuk. Setiap negara mempunyai
kekhususan merek politiknya sendiri. Para politisi mencerminkan faktor spesifik
lokasi bangsa. Selalu tendapat keragaman dalam campur tangan pemenintah dalam
bisnis internasional (investasi). Teori John Dunning, sebagai teori ancangan
eklekris. Teori ini menetapkan tiga pensyaratan yang diperlukan bila suatu
penusahaan akan berkecimpung dalam penanaman modal asing yaitu: pertama,
keunggulan spesifik perusahaan; kedua, keunggulan internalisasi; ketiga,
keunggulan spesifik negara. Teori David K. Eitemen, mengemukakan tiga motif
yang memengaruhi arus penanaman modal asing ke negara penerima modal yaitu:
motif strategis, motif penilaku, dan motif ekonomi. Motif strategis dibedakan
dalam hal:
a. mencari pasar,
b. mencari bahan baku,
c. mencari efisiensi produksi,
d. mencari pengetahuan, dan
e. mencari keamanan politik.
Motif perilaku merupakan rangsangan lingkungan eksternal dan
yang lain dan organisasi didasarkan pada kebutuhan dan komitmen individu atau
kelompok. Motif ekonomi merupakan motif untuk mencari keuntungan dengan
memaksimalkan keuntungan jangka panjang dan harga pasar saham perusahaan. Teori
Robock & Simmonds, melalui pendekatan global, pendekatan pasar yang tidak
sempurna, pendekatan internalisasi, model siklus produk, produksi
internasional, model imperialisasi Marxis. Melalui pendekatan global, kekuatan
internal yang memengaruhi penanaman modal asing yaitu pengembangan teknologi
atau produk baru, ketergantungan pada sumber bahan baku, memanfaatkan
mesin-mesin yag sudah usang, mencari pasar yang lebih besar. Kekuatan eksternal
yang memengaruhi penanaman modal asing yaitu pelanggan, pemerintah, ekspansi ke
luar negeri dari pesaing dan pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Menurut Teori Kindleberger aspek yang paling sensitif dalam
perekonomian internasional adalah aspek investasi langsung atau direct
investment. Amerika Serikat dan Inggris berusaha membatasi inves tasi langsung
oleh perusahaan-perusahaan yang berdomisili di dalam batas-batas kedua negara
ini untuk membatasi tekanan pada neraca pembayaran mereka. Teori investasi
langsung atau direct investment mempunyai banyak implikasi, yaitu:
Investasi langsung tidak akan terjadi dalam industri di mana
ada persaingan murni.
Perusahaan penanam modal tidak berkepentingan untuk
mengadakan usaha bersama atau joint venture dengan pengusaha setempat karena
akan berusaha memiliki sendiri seluruh keuntungan; dan pada saat bersamaan para
penanam modal setempat tentu tidak mau membeli saham-saham dan perusahaan induk
serta penghasilan keseluruhan penanam modal menjadi kabur atau samarsamar
dibandingkan dengan keadaan setempat yang dapat membawa banyak keuntungan
sebagaimana mereka lihat.
Investasi langsung terjadi menurut dua arab industri yang
sama, hal mi tidak akan terjadi apabila kegiatan didasarkan atas
tingkat-tingkat laba umum. Hal mi untuk sebagian merupakan kejadian yang khas
dalam persaingan oligopoli yaitu setiap perusahaan harus bertindak seperti
dilakukan perusahaan yang lain untuk menghmndarkan agar perusahaan lain tidak
mendapatkan laba secara tidak terduga.
Sornarajah mengembangkan The Middle Path Theory atau teori
jalan tengah. Teori ini berupaya mendamaikan adanya poliniasi dua teori yang
saling bersilang, yaitu teori klasik yang berpendapat bahwa semua penanaman
modal asing baik sifatnya dan teori yang kedua yaitu teori ketergantungan yang
beranggapan bahwa semua penanaman modal asing bersifat membahayakan.
Muchammad Zaidun dalam orasi ilmiahnya, mengemukakan
teori-teori yang berkaitan dengan kepentingan negara dalam bidang investasi,
tinjauannya adalah dari sudut pandang kepentingan pembangunan ekonomi, yaitu
melihat segi kepentingan ekonomi yang menjadi dasar pertimbangan perumusan
kebijakan, lazimnya meminjam teori-teori ekonomi pembangunan sebagai dasar
pijakan kebijakan hukum investasi yang cukup populer, antara lain:
Neo-Classical Economic Theory
Teori ini berpendapat bahwa Foreign Direct Investment (FDI)
memiliki kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi host country. Fakta
menunjukkan modal asing yang dibawa ke host country mendorong modal domestik menggunakan
hal tersebut untuk berbagai usaha. Sejalan dengan kesimpulan Sornarajah
investasi asing secara keseluruhan bermanfaat atau menguntungkan host country
sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Dependency Theory
Teori ini secara diametral berlawanan dengan ekonomi klasik
yang berpendapat foreign investment tidak menimbulkan makna apa pun bagi
pembangunan ekonomi di host country. Mereka berpendapat bahwa foreign
investment menindas pertumbuhan ekonomi dan menimbulkan ketidakseimbangan
pendapatan di host country seperti pernyataan Rothgeb.
Teori ini berpendapat Foreign Direct Investment tampaknya
sebagai ancaman terhadap kedaulatan host country dan terhadap kebebasan
pembangunan kehidupan sosial dan budaya karena investasi asing cenderung
memperluas yurisdiksi menggunakan pengaruh kekuatan pemerintah asing terhadap
host country sehingga pengaruh politik investasi asing terhadap host country
cukup besat
The Middle Path Theory
Banyak negara berkembang mengembangkan regulasi antara lain
mengatur penapisan dalam perizinan dan pemberian insentif melalui kebijakan
investasi. Menurut teori ini investasi asing memiliki aspek positif dan aspek
negatif terhadap host country, karena itu host country harus hati-hati dan
bijaksana. Kehati-hatian dan kebijaksanaan dapat dilakukan dengan mengembangkan
kebijakan regulasi yang adil.
state/Government Intervention Theory
Pendukung teori ini berpendapat, perlindungan terhadap
invant industries di negara-negara berkembang dan kompetensi dengan industri di
negara-negara maju merupakan hal yang esensial bagi pembangunan nasional
(Grabowski).
Teori ini melihat pentingnya peran negara yang otonom yang
mengarahkan langkah kebijakan ekonomi termasuk investasi, peran negara
dipercaya akan bisa mengintervensi pasar untuk mengoreksi ketimpangan pasar dan
memberikan perlindungan kepada invant industries, kepentingan masyarakat, pengusaha
domestik dan perlindungan lingkungan. Peran negara juga dapat memberi
perlindungan bagi kepentingan para investor termasuk investor asing.
Beberapa teori di atas paling tidak menggambarkan adanya
varian pemikiran dalam memahami kebijakan investasi yang dapat dipilih yang
menjadi dasar pertimbangan kebijakan hukum investasi dan sisi kepentingan dan
kedaulatan host country. Apabila melihat kondisi Indonesia saat ini, investasi
asing sangat dibutuhkan karena dapat membantu meningkatkan pendapatan negara, meningkatkan
perekonomian masyarakat, serta pendapatan asli daerah; dengan demikian teori
klasik dapat diterapkan dalam rangka mendatangkan investor asing ke Indonesia.
Bidang analisis ekonomi atas hukum atau “Economic Analysis
of Law” muncul pertama kali melalul pemikiran utilitarianisme Jeremy Bentham
yang menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak berhadapan dengan
insentif-insentif hukum dan mengevaluasi hasil-hasil menurut ukuran-ukuran
kesejahteraan sosial (social welfare). Jeremy Bentham menerapkan, salah satu
prinsip dan aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hukum yaitu manusia akan
bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi
penderitaan. Bentham berpendapat, pembentuk undang-undang hendaknya dapat melahirkan
undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Berpegang
dengan prinsip di atas, perundang-undangan itu hendaknya dapat memberikan
kebahagiaan yang besar bagi sebagian besar masyarakat (the greatest happiness
for the greatest number)
Prinsip-prinsip hukum ekonomi internasional harus ditaati
oleh Indonesia agar dapat menarik para investor asing menanamkan modalnya.
Prinsip ini adalah prinsip ‘fair and equitable’ dan prinsip tanggung jawab
negara sebagai kerangka acuan dan/atau sebagai dasar pengaturan penanaman modal
asing. Tujuannya adalah untuk mewujudkan perlakuan yang sama (most favourable
nation/MFN) antara investor asing dan investor dalam negeni. Para investor
asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia terutama di daerah, pada
umumnya mengharapkan aturan-aturan hukum penanaman modal yang memberikan
kemudahan, perlindungan hukum dan kepastian hukum. Adanya sistem hukum yang
memberi keadilan dan kepastian hukum membuat para investor asing tidak
mengalihkan modalnya ke negara lain.
Penyerapan prinsip-prinsip hukum penanaman modal dalam
rangka menciptakan iklim penanaman modal yang baik adalah untuk mewujudkan
harmonisasi hukum penanaman modal. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa peraturan
yang seragam mengenai penanaman modal akan berdampak bagi masyarakat dan
pemenintah untuk menyerap penanaman modal dan mengarahkan pemerintah membeni
jalan keluar. Hal ini dapat dilihat dari salah satu dari tiga hal penting yang
diperintahkan oleh konsiderans undang-undang ini, yakni: harmonisasi peraturan
penanaman modal dengan perubahan perekonomian global dan kewajiban
internasional Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional dengan tetap
mengacu kepada kedaulatan politik dan ekonomi nasional. Peraturan yang
seragam akan menjamin dan memberi kemudahan kepada investor atau perusahaan
untuk mudah masuk memobilisasi sumber daya, dan memberikan keuntungan
pendapatan daerah dan kewenangan yang diatur dalam undang-undang.
Peranan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi diperlukan
untuk mengatasi kegagalan pasar (market failure) atau kegagalan laissez faire
mencapai efisien, Dalam hal mengatasi kegagalan tersebut pemerintah dapat
melakukan intervensi melalui hukum dan peraturan. Pemerintah mengatur dunia
usaha dan transaksi untuk meminimalkan information asymetries dan mencegah
monopoli. Dalam praktik, pemerintah acapkali gagal mengurangi kegagalan pasar,
bahkan tidak jarang intervensi dan pemerintah malah memperburuk iklim
investasi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah perlu menyusun kerangka
acuan yang jelas agar kompetisi berjalan dengan baik. Pengaturan yang baik akan
menciptakan persaingan antar dunia usaha sehingga hanya perusahaan efisien yang
dapat bertahan hidup. Kondisi mi pada gilirannya akan menguntungkan konsumen.
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas dapat diketahui bahwa
dalam upaya meyakinkan calon investor untuk menanamkan modal atau berinvestasi
di Indonesia, kepastian hukum, perlindungan hukum (legal protection) dan
keadilan hukum harus diutamakan karena investor yang menanamkan modalnya selain
mengharapkan hasil atau keuntungan dalam bisnisnya, modal yang ditanamnya tetap
dalam posisi aman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar